Senin 25 Oktober 2010, pukul 21.42  WIB, sebuah gempa berkekuatan 7,2 skala Richter terjadi di barat daya  Pulau Pagai, Mentawai, Sumatera Barat. Sebuah tsunami pun lahir,  menghantam kawasan pantai barat gugusan kepulauan di kabupaten terluas  di Sumatera Barat itu.
Kurang 24 jam, pada Selasa 26 Oktober 2010  pukul 17.02 WIB, Gunung Merapi mengeluarkan erupsi pertama setelah dari  sebulan sebelumnya dinyatakan bahaya. Erupsi-erupsi menghasilkan awan  panas yang kemudian diketahui menewaskan 29 orang termasuk Juru Kunci  Merapi, Mbah Maridjan.
Apakah dua peristiwa alam ini terkait satu sama lain?
Pakar  Geodesi dari Institut Teknologi Bandung, Hasanuddin Z Abidin,  menyatakan kedua peristiwa ini berjauhan lokasinya. Menurutnya, terlalu  spekulatif apabila menyimpulkan kedua bencana itu ada keterkaitan satu  sama lain. 
"Terlalu jauh. Saya rasa 
nggak berhubunganlah," kata Hassanudin dalam perbincangan telepon dengan
 VIVAnews, Rabu 27 Oktober 2010.
"Mentawai  kita ketahui memang dari dulu sering terjadi gempa, sementara aktifitas  Merapi itu pun memang ada siklusnya. Lagipula gunung-gunung yang lebih  dekat dengan Mentawai seperti misalnya yang ada di Padang saja, itu  tidak menunjukkan reaksi apa-apa terkait gempa Mentawai. Jadi menurut  saya, terlalu spekulatif kalau menghubungkannya. Mungkin hanya kebetulan  saja waktunya sangat berdekatan," kata Hasanuddin.
Ketika  ditanya apakah akan ada gempa yang lebih besar lagi di Mentawai setelah  gempa dahsyat yang terjadi 25-26 Oktober kemarin, Hasanuddin menegaskan  hal itu bisa saja terjadi. "Itu biasa, suatu tempat kalau sudah pernah  terjadi gempa pasti nanti akan terjadi lagi gempa di tempat itu. Cuma  saja kapan waktunya ini yang susah diprediksi," katanya.
Variasi waktu gempa susulan itu berbeda-beda, tambah Hasanuddin. Bisa dalam hitungan jam, hari, bulan, bahkan ada yang tahunan.
"Biasanya  kalau gempa yang besar, itu akan butuh waktu lama untuk terjadi gempa  lagi. Mentawai kan kemarin kekuatannya 7,2 skala richter, termasuk  besar, nah ini akan akan butuh waktu lama untuk terjadi gempa besar  lagi. Makanya menurut saya tidak dalam waktu dekat ini akan terjadi  gempa besar lagi, karena dia mesti menyimpan energi dalam waktu lama,"  kata Hasanuddin.

Kawasan terkena tsunami di Mentawai
Penekanan Mitigasi
Hasanuddin menyatakan, yang paling penting dalam penanganan bencana ini adalah mitigasi. "Pemerintah seharusnya lebih 
care (peduli) dengan riset-riset kebencanaan yang di hulu," katanya.
Riset-riset hulu yang dimaksud itu adalah yang mengenai peringatan dini (
early warning), studi potensi bencana, atau identifikasi bencana. "Kita sangat lemah dalam soal 
early warning. Menurut saya, pemerintah sangat kurang perhatian dalam mitigasi bencana. Saya sering 
gregetan," katanya.
Mestinya  kalau pemerintah serius menaruh perhatian dalam mitigasi bencana, studi  atau riset kebencanaan yang ada bisa bermanfaat untuk memperkirakan  kapan terjadi bencana dan mengantisipasinya sehingga sedapat mungkin  tidak ada kerugian dan korban yang besar.
Hasanuddin meminta  pemerintah agar memasukkan juga studi kebencanaan sebagai prioritas  perhatian. "Memang studi kebencanaan tidak menghasilkan uang, tetapi itu  kan penting, karena bencana ini adalah bahaya laten dan dampaknya juga 
costly (biaya  tinggi). Indonesia ini masuk daerah yang sering terjadi gempa. Jangan  selalu repot bertindak setelah kejadian," katanya.